Lantaran harga karet tak kunjung naik, warga perbatasan Indonesia-Malaysia di Kecamatan Badau, Kabupaten Kapuas Hulu terus memutar otak untuk mencari solusi penggantinya. Kini komoditi yang dipilih mayoritas warga perbatasan adalah lada atau sahang. Warga mulai memilih lada atau sahang karena selama ini jual beli komoditi tersebut tetap stabil di pasaran, harnganya pun cukup ekonomis.
Rabu (12/10/2016) Warga Badau, Roni mengatakan, komoditi lada sudah lama dikembangkan masyarakat badau. Karena karet beberapa tahun terakhir harganya sudah rendah, jadi banyak yang coba mengembangkan sahang mulai menjamur.
Dijelaskan Roni, sahang bukanlah tanaman yang mudah tumbuh disembarang tempat. Kalau tidak cocok tidak akan tumbuh, ada juga yang tumbuh tapi buahnya tidak banyak. Karena itu, pada saat karet berjaya, sahang tidak terlalu banyak yang minat. Sahang mudah tumbuh di areal lembah dan tanah yang sedang-sedang basah. Kalau di Kecamatan Badau, sahang mudah tumbuh karena banyak lereng-lereng bukit. “Dari awal pembibitan harus diperhatikan, tidak bisa ditempat yang panas. Untuk penyangga rambatan pohon sahang itu juga harus kayu yang kuat, biasa kami pakai tekam atau belian, supaya tahan lama,”.
Berbicara pemasaran sahang, Roni mengatakan warga perbatasan tidak terlalu sulit. Selain dibutuhkan di pasar lokal, sahang juga sebagian dijual ke Lubuk Antu Malaysia. Kisaran harga perkilonya antara Rp 120.000 hingga Rp 150.000/Kg. “Kami biasa jual cara goni, sekitar 10 Kg satu goninya, perkilo kami dapat 40 RM atau sekitar Rp 120.000.,”.
Roni mengaku dengan menjual sahang sudah cukup untuk menopang ekonomi keluarganya. Ia berharap sahang layak dikembangkan masyarakat Kabupaten Kapuas Hulu, khususnya pada daerah yang berbukit. (Yohanes/Dishubkominfo Kab. KH)