Ancaman rabies masih terjadi di Kabupaten Kapuas Hulu. Berdasarkan pemetaan kasus gigitan anjing dan kejadian kematian akibat rabies tahun 2015-2016, ada tiga kecamatan masuk zona merah. Tiga kecamatan tersebut adalah Kecamatan Semitau, Kecamatan Bunut Hulu dan Kecamatan Putussibau Utara. Pemetaan zona merah rabies ini dipaparkan Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Perternakan Kabupaten Kapuas Hulu saat rapat tim penanggulangan rabies di Ruang Rapat Sekretariat Daerah Kabupaten Kapuas Hulu, Senin (26/9/2016), pagi.
Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Perternakan Kabupaten Kapuas Hulu, Drs. Abdurrasyid, M.M menjelaskan, Kecamatan Putussibau Utara, Kecamatan Bunut Hulu dan Kecamatan Semitau masuk zona merah karena terlah terjadi penularan rabies. Hewan Penyebar Rabies (HPR) tersebut adalah anjing. “HPR sebenarnya bisa dari kera dan kucing, tapi yang dominan di Kabupaten Kapuas Hulu adalah anjing,”.
Pada tahun 2015, pihaknya merekap ada 196 kasus gigitan, sementara pada 2016 baru tercatat 74 kasus. Dari keseluruhan kasus gigitan itu, memang paling banyak ada di Kecamatan Bunut Hulu bahkan ada korban meninggal dunia. “Dari itu kecamatan ini pun masuk zona merah,”. Untuk masalah rabies, Kabupaten Kapuas Hulu sudah menetapkan status kejadian luar biasa (klb). Pasalnya sudah dilakukan uji lab terhadap beberapa kepala anjing dan hasilnya positif rabies,”.
Untuk sampeling kepala anjing yang positif rabies, diambil dari Desa Segitak, Kecamatan Bunut Hulu dan Desa Padua Mendalam, kecamatan Putussibau Utara. “Kalau di Desa Segitak anjing itu milik pak F Kayam Geuruk, setelah dites ternyata positif rabies. Demikian pula yang di Desa Padua Mendalam, tapi tidak ada warga yang mengaku punya anjing itu. Kedua sempel ini dites ke Banjar Baru,”.
Pihak Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Perternakan Kabupaten Kapuas Hulu sendiri telah melakukan berbagai upaya untuk menangani masalah rabies. Mulai dari sosialisasi hingga penegasan Surat Bupati ke Camat dan Kepala Desa terkait sop (standar operasional prosedur) terkait rabies. Hanya saja, masih ada masalah di tingkat Desa, sebab belum ada keputusan yang memperbolehkan untuk langsung eliminasi anjing jika ditemukan adanya kasus gigitan. Belum adanya keputusan itu karena ada sebagian masayarakat yang menganggap anjing sebagai peliharaan yang penting, bahkan seperti kerabat. “Anjing memang dianggap sebagi hewan yang dekat dengan manusia, itu yang membuat sebagian masyarakat berat untuk mengeliminasinya. Tapi sebagian masyarakat lain sudah ada yang komitmen, seperti di Dusun Jakok dan Dusun Segitak Kecamatan Bunut Hulu, disana masyarakat langsung eliminasi sendiri,”.
Dalam upaya Vaksin Anti Rabies (VAR) juga ditemukan kendala. Sebab masyarakat ada yang tidak mendaftarkan anjing peliharaannya untuk divaksin. Karena itu, target VAR Kabupaten Kapuas Hulu banyak yang belum tercapai. Dari target VAR pada tahun 2015 sebanyak 9.185 baru tercapai 7.500. Kemudian target VAR tahun 2016 11.555 baru tercapai 1.774 saja. “Stok vaksin yang belum terpakai ada 5226,”.
Pihaknya masih terbentur personil dalam penanganan rabies. Untuk petugas rabies tingkat Kecamatan baru 46 orang dan petugas vaksin rabies sebanyak 13 orang. “Dari itu kami juga minta dukungan Camat dan pihak puskesmas di Desa untuk bantu menghimbau ke masyarakat. Sehingga jika ada kejadian bisa segera dilaporkan dan dapat ditangani,”.
Asisten III Bupati Kapuas Hulu, Muhammad Yusuf menambahkan, penanganan rabies perlu kerja keras bersama. Masih banyak HPR yang belum divaksin dan bahkan belum terdata oleh pemerintah, khususnya di Lintas Utara Kabupaten Kapuas Hulu. “Kawasan lintas utara banyak hewan anjing. Perlu juga dilakukan pendataan menyeluruh dan diberikan vaksin,”.
Disisi lain, pihak Desa juga harus segera membuat keputusan Desa terkait eliminasi hewan yang terindikasi sebagai HPR. “Sehingga tim penanganan rabies dapat bergerak dengan maksimal mengatasi permasalahan di lapangan dan tidak dipersalahkan masyarakat sekitar,”.
Wakil Kepala Polres Kapuas Hulu, Dedi S menyatakan, akan lebih baik jika ada peraturan Desa yang mengatur penindakan terhadap hewan rabies. Dengan adanya aturan tersebut, dapat meminimalisir perselisihan, anatara pemilik hewan dan korban yang tergigit. “Jangan sampai fokus di rabies justru membuat intrik. Ini tentu bisa berefek ke kriminalitas. Mungkin sangsi adat dapat jadi filter supaya tidak terjadi permasalahan. Disisi lain jika dibutuhkan, anggota akan siap diperbantukan," (Yohanes/Dishubkominfo Kab. KH)